Nekko Chan selalu nemenin aku bobo, kadang-kadang juga kubawa main ke rumah Arie Chan.
Dreamland... Mau menghayal? Boleh. Mau nulis? Hayu aja. Mau baca aja? Kenapa nggak... Mau iseng? Hehehe... saya juga suka iseng. Hidup bisa menjadi indah hanya karena kita membuatnya menjadi indah, begitu juga sebaliknya. Hidup bisa menjadi tak menyenangkan jika kita mengisinya dengan hal-hal menyedihkan.
Friday, October 10, 2008
Tentang Nekko
Nekko Chan selalu nemenin aku bobo, kadang-kadang juga kubawa main ke rumah Arie Chan.
Dikotaku...
Balikpapan, 5 Oktober 2008
Nggak terasa sudah 9 hari aku di kota ini, kota yang dulunya sangat kucintai karena disinilah aku dibesarkan, bersekolah, bermain, berteman, menemukan banyak hal, tumbuh dari kecil menjadi remaja dan beranjak dewasa, sampai akhirnya aku harus pergi meninggalkan kota ini untuk bekerja di kota lain, Pontianak.
Kedatanganku kemari tanggal 26 September kemarin nggak begitu mulus, aku sakit. Sepanjang perjalanan aku demam, flu dan menderita sakit kepala yang hampir membuatku tak tahan. Inginnya tidur saja. Akhirnya setelah perjuangan yang melelahkan aku sampai juga di kota ini. Begitu sampai di bandara dan mengambil bagasi, aku segera menuju ke tempat pelayanan jasa taxi bandara, tapi apa aku mengalami nasib sial. Sopir taxinya memarahi aku dan menuduh aku berbohong tentang tarif taxinya. Tarif taxi ada 2, Ring 1 dan Ring 2. Ring 1 sejumlah RP 45.000,- dan Ring 2 Rp 60.000,-. Aku bener-bener dibikin kesel dan malu sama supir ini. Dia bilang seharusnya aku membayar untuk Ring 2 karena wilayah rumahku sudah masuk Ring 2. Tapi selama ini aku selalu membayar dengan Ring 1 dan para supir sebelumnya tidak pernah protes atau marah-marah, baru dia saja yang mengomel panjang lebar sejak belokan Balikpapan Baru sampai ke rumah. Aku bener-bener sebel. Sebelumnya dia minta tambah 15.000 eh begitu kuberikan dia menolak. Sudah ga papa kali ini, tapi lain kali dia nggak mau angkut. Gitu katanya, bikin sebel aja. Aku nggak bakalan naik taxi bandara lagi deh. Males kalo harus diomelin seperti itu. Mana aku lagi sakit, bener-bener bencana kejadian hari itu.
Hari Sabtu aku minta diantar my sister berobat, dan dibawa ke Rumah Sakit Balikpapan Baru. Berobat habis dua ratus ribu lebih. Wuih mahal juga ya. Pas diperiksa kata dokter detak jantungku lebih cepat, tapi ga papa soalnya aku lagi demam makanya begitu, panas tubuhku 38 derajat celcius, tekanan darah normal. Selanjutnya beberapa hari dimuka aku hanya bisa tiduran saja, setiap aku bangun dan bergerak atau jalan kepalaku terasa puyeng nggak karuan, kaya orang baru turun dari kapal, terasa oleng ke kiri dan ke kanan. Akhirnya sehari menjelang lebaran kepalaku lumayan baikan, batuk juga berkurang dan pilek juga nggak terlalu parah.
Lebaran hari pertama hujan sampai setengah harian lebih, jam 3 hujan baru berhenti. Jadi jarang orang datang untuk bertamu.
Lebaran hari kedua nggak hujan cuma agak mendung dikit, ponakan si Erick datang ke rumah trus aku ikut ke rumahnya, jam setengah 12 kita berangkat, sengaja lewat kota biar aku bisa liat suasana. Maklumlah baru hari itu bisa keluar jalan-jalan.
Di rumah kakakku aku asyik nonton tv, bebas bo, hehehe... makan empek-empek en asyik milihin dvd jepang favoritku. Dapat banyak, dan seperti biasa kata kakakku bawa aja ke Pontianak soalnya dia sudah nonton. Aku diantaerin pulang Erick jam setengah 7, soalnya dia sekalian mau ke rumah temannya.
Hari-hari berikutnya aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, baru hari Sabtu kemarin aku keluar jalan-jalan. Seperti biasa ke BC, mal kenangan yang dibelakangnya ada pemandangan lautnya.
Aku berangkat dari rumah jam setengah sebelas, jalan kaki sampai ke simpang empat sambil mengingat-ingat kembali masa-masa ketika aku masih SD dulu, aku bahkan masih ingat rumah orang-orang yang sering kulewati saat berangkat dan pulang sekolah, jalanan-jalanannya. Aku bahkan masih ingat sebuah warung tempat aku dulu sering beli es buah saat pulang sekolah yang panas. Masih ada sampai sekarang.
Aku juga sempat menoleh ke arah sekolah SD ku dulu, namanya sudah berubah bukan SD No. 12 lagi tapi jadi SD No. 5. Sampai di simpang empat aku menunggu angkutan umum yang akan membawaku menuju BC. Aku naik angkot nomor 3 warna biru. Di dalam angkot aku memandangi jalan-jalan, rumah-rumah dan gedung-gedung yang ada. Mencoba mengais kembali ingatan akan masa lalu yang pernah kulewati disana. Kantor pos tempat aku sering sekali mengirimkan surat-surat untuk sahabat-sahabat penaku dulu. Rumah sakit umum yang sekarang sudah berubah fungsi menjadi sekolah perawat, bioskop yang dulunya begitu ramai dikunjungi orang tapi sekarang sudah berubah menjadi gedung kosong yang terbengkalai, bahkan ada yang sudah dihancurkan entah akan dibangun apa nantinya.
Sampai di BC aku langsung menuju ATM dan mengambil uang di BNI. Rp 2.400.000,- cukup untuk kuberikan pada emakku dan membeli oleh-oleh serta apapun yang kuinginkan. Pulangnya aku ambil lagi sih Rp 1.200.000,- takut kurang.
Begitu masuk BC aku langsung ke Sport Station, liat-liat sepatu ato baju yang baru. Ada kaos warna biru dongker merk Nike, kayanya bagus tapi harganya juga bagus, Rp 150.000,- ga jadi kubeli. Trus aku naik ke lantai 1 masuk ke counter Adidas tapi nggak ada yang seru eh malah turun lagi ke Pacifica, laper. Pesen bakso, jus semangka en puding mocca pelangi tapi pudingnya ga ada. Kelar makan aku naik lagi ke lantai 1 trus ke lantai 2 liat-liat baju, nggak ada yang cocok, naik lagi ke lantai 3 nemu jaket beli deh, padahal mungkin di Pontianak ada juga, tapi ga papa lah, buat ganti-ganti. Trus naik lagi ke lantai 4 liat-liat boneka diskon 50% tapi nggak ada yang menarik minatku, akhirnya aku malah ke counter tas, ada tas selempang export warna biru untuk laptop tapi bisa juga dipake buat biasa, jadi kepingin beli harganya Rp 150.000,- an gitu. Tapi yang ransel ga ada yang bagus, sama aja. Puas ngubek-ngubek diatas aku turun ke lantai 1 masuk ke Eiger liat-liat tas en nanya-nanya tas laptop, tapi adanya cuma sau warna ijo sama biru tapi aku nggak gitu suka modelnya jadi kulewatin aja, tas pinggangnya juga nggak ada yang seru, tapi ada jaket warna biru yang oke banget, mirip sama jaketku yang baru kubeli di Sport Station yang juga biru. Modelnya mirip, bagian luarnya tahan air tapi bagian dalamnya lembut dan dijamin pasti anget. Jadi pengen tapi menahan diri. Jaketku sudah banyak, padahal ukurannya ada yang M, sedihnya birunya biruku banget. Keluar dari Eiger aku ke Disctara tapi cuma bentar, ga ada yang menarik trus milih ke Gramedia bentar siapa tau ada buku bagus buat dibaca pas perjalanan pulang ntar tapi ternyata ga ada, pindah ke bagian pernak-pernik tapi juga ga da yang menarik. Akhirnya aku keluar lagi dan ke mushola. Shalat dzuhur dulu trus masuk lagi ke Hero cari susu ultra coklat ga ada akhirnya beli You C 1000, mie instant 2 biji, teh botol sama cha cha. Keluar dari Hero aku beli minuman kaya Milo gitu tapi ga enak. Kuhabisin juga sih sambil bengong bentar di halaman parkir belakang mal, ngeliatin laut. Tapi acara bengongku ga menyenangkan banget soalnya lagi panas banget trus mal lagi rameeee bener, kayanya orang-orang baru pada keluar setelah lebaran sibuk saling kunjung mengunjungi, apalagi ABG, penuh banget.
Kelar nongkrong aku keluar dari mal, ambil duit lagi di ATM trus ke toko Bazar yang ada disamping mal, biasanya aku suka nemuin baju-baju unik en murah disitu. Bener aja, aku nemu jaket warna coklat en ijo dari bahan kanfas harganya Rp 84.000,- tapi ga jadi kubeli soalnya aku nemu jaket kain gambar Donald Duck, bahannya nggak terlalu bagus sih tapi ga papa yang penting ada gambar Donald nya. Nemunya sampe 2 lagi akhirnya saking bingung kubeli semua. Sama beli T-shirt berkerah 1 warna abu-abu. Jadinya jaket kanfasnya ga jadi deh, hehehehe... Pas liat-liat dompet aku liat yang agak mirip sama dompetku, warna biru ada bintang-bintangnya juga merk Milk Teddy, yah seandainya aku belum beli kemarin, mana yang punyaku gambarnya monyet lagi, kan lebih seru gambar Teddy Bear ketimbang monyet, hiks, tapi ga papa deh.
Kelar bayar aku berniat ke toko yang di Rapak sama ke Ramayana, siapa tau ketemu my friend Siti. Tapi ga jadi kakiku udah capek banget dipake jalan melulu dari jam setengah 11 sampe jam 3 lewat, akhirnya aku naik tangga penyeberangan trus motret-motret bentar pake kamera hp baru deh turun en nyari angkot pulang. Aku pulang lewat kilo, tempat aku dulu sama Iie biasa nunggu angkot deket jalan ke arah rumahnya. Jadi keinget lagi masa-masa dulu. Mungkin orang yang pas liat aku nuduh aku gila kali ya, soalnya kadang-kadang aku senyum-senyum sendiri kalo pas lagi inget kejadian-kejadian dulu yang sudah lewat.
Jalan pulang terasa membuat kakiku penat tapi aku terus jalan, seperti dulu sambil memanggul ransel Okley pinjaman aku melangkah, naik dan turun tanjakan. Trus sampai deh di rumah. Istirahat dengan kaki yang terasa membesar saking capeknya. Dan berakhirlah perjalananku hari itu. Sampai di rumah jam 4 kurang dikit.
Sebenarnya selama aku jalan-jalan hari itu, aku merasakan sesuatu. Sesuatu yang semakin kusadari tahun demi tahun setiap aku pulang ke Balikpapan. Ada yang lain, ada yang berubah. Bukan hanya gedung atau bangunan yang bertambah, tapi manusia. Manusia-manusia yang berseliweran disekitarku. Aku nggak kenal mereka, aku nggak tau siapa mereka. Seolah terasa kalau duniaku dan dunia mereka begitu berbeda. Ada sesuatu yang kulewatkan selama beberapa masa diwaktu aku tak berada disini. Waktu yang terlewatkan begitu saja, mereka berjalan, menapak, tumbuh, berkembang, berubah tanpa aku. Itu yang kusadari. Aku tak pernah melihat kuncup bunganya, tapi aku hanya melihat saat bunga itu mekar, atau aku melihat sebuah pohon, dulu hanya setinggi lututku tapi sekarang pohon itu telah tinggi menjulang melewati kepalaku. Aku tak pernah melihat pohon itu bertambah tinggi, aku hanya melihat ia yang sekarang, berubah menjadi sesuatu yang baru. Dan ingatanku akan pohon itu hanyalah tentang pohon setinggi lutut dan sekarang telah berubah, aku tak lagi mengenal pohon itu. Karena dia sudah tidak lagi seperti pohon yang kukenal. Begitu juga dengan orang-orang semua telah berubah, begitu juga dengan lingkungannya. Semua hampir tak bisa lagi kukenali.
Aku jadi tidak lagi merasa menjadi bagian dari kota ini. Aku telah terasing. Mungkin perasaan seperti ini juga dimiliki oleh orang-orang yang telah merantau lama seperti diriku. Hampir 9 tahun aku meninggalkan kota ini, meskipun hampir tiap tahun aku pulang, tapi beberapa hari yag kulewatkan disini tak sebanding dengan ribuan hari yang telah kulewatkan di tempat lain. Semua terasa sedikit melelahkan.